GOOGLE

Search results

Monday, June 1, 2015

UKT DI MORATORIUM,REKTOR KAGET

 UKT DI MORATORIUM,REKTOR KAGET

JAKARTA –Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mengeluarkan kebijakan kontroversial. Tiba-tiba mereka menghentikan sementara (moratorium) penerapan uang kuliah tunggal (UKT). Kebijakan itu membuat sejumlah rektor kaget.
Salah satunya Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Rochmat Wahab. Dia merasa terkaget-kaget dengan kebijakan itu. Kebijakan moratorium UKT untuk mahasiswa baru tahun akademik 2015–2016 tertuang dalam Surat Edaran (SE) Menristekdikti Nomor 01/M/SE/V/2015 tertanggal 20 Mei lalu.
Yang membuat Rochmat kaget, saat ini adalah masa pendaftaran mahasiswa baru. Bahkan, 9 Juni nanti calon mahasiswa yang lulus seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNM PTN) menjalani proses daftar ulang. ’’Calon mahasiswa ini butuh kepastian berapa SPP yang mereka bayar nanti. Ini kok malah dihentikan,’’ kata dia.
Rochmat menuturkan, perubahan nominal biaya kuliah dengan skema UKT memang bisa direvisi. Tetapi, waktunya seharusnya jauh-jauh hari sebelum masa pendaftaran mahasiswa baru. Sebab, tidak tertutup kemungkinan, ada siswa yang memilih prodi di kampus tertentu karena pertimbangan biaya UKT yang murah dan sudah dipublikasikan.
’’Kalau nanti ada mahasiswa baru yang tanya kok biaya kuliahnya berubah-ubah, rektor mau jawab bagaimana,’’ tanya guru besar bidang pendidikan itu. Dampak paling besar adalah mahasiswa baru berpotensi mundur gara-gara tidak cocok dengan besaran SPP kuliah dalam skema UKT yang baru.
Jika UKT terpaksa harus diubah atau direvisi, Rochmat berharap Kemenristekdikti segera menuntaskannya. Dengan demikian, segera ada kepastian besaran uang kuliah yang baru.
Rochmat juga mengungkapkan bahwa surat edaran itu tidak hanya mengatur moratorium UKT. Tetapi, juga merevisi standar nasional pendidikan tinggi (SNPT). Salah satu yang diubah adalah aturan lama kuliah program sarjana (S-1).
Ketika urusan pendidikan tinggi masih dipegang Mendikbud Mohammad Nuh, lama kuliah dipatok maksimal sepuluh semester atau lima tahun. Jika melewati durasi itu, mahasiswa di-drop out (DO). Semangat penerapan aturan tersebut adalah efektivitas kuliah. Arus mahasiswa yang lulus dengan mahasiswa baru yang masuk harus lancar. Dengan begitu, kampus bisa menampung mahasiswa baru sebesar-besarnya.
Namun, Rochmat mendapatkan kabar bahwa lama kuliah sarjana akan dilonggarkan lagi. Yakni, menjadi maksimal tujuh tahun. Menurut Rochmat, kebijakan itu sudah tidak relevan dengan perkembangan keilmuan sekarang. Dengan kecanggihan teknologi informasi, seharusnya mahasiswa bisa efektif menjalani lama studi.
Sekretaris Ditjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemenristekdikti Patdono Suwignjo menjelaskan kebijakan moratorium UKT. ’’Moratorium ini arahnya menuju perbaikan,’’ tandasnya.
Dosen ITS Surabaya itu menuturkan, Kemenristekdikti akan membahas revisi UKT tersebut secepatnya. Dengan demikian, proses yang sedang berjalan di kampus tidak sampai terganggu. Dia mengatakan sudah mengumpulkan para rektor. ’’Ada juga rektor yang biasa-biasa saja dengan moratorium UKT ini,’’ tandasnya.
Patdono menceritakan, moratorium UKT itu dipicu laporan para delegasi badan eksekutif mahasiswa (BEM) PTN. Mereka meminta dilibatkan dalam penetapan UKT. Tujuannya, mahasiswa yang kurang mampu benar-benar mendapatkan tarif UKT yang sesuai.
Skema tarif UKT itu membuat besaran SPP setiap mahasiswa berbeda-beda. Kelompok UKT paling murah (grade satu), yakni Rp 0 sampai Rp 500 ribu per semester, diperuntukan minimal 5 persen mahasiswa miskin. Kemudian,grade dua UKT adalah Rp 500.001 hingga Rp 1 juta per semester, minimal untuk 5 persen mahasiswa hampir miskin. Grade UKT berikutnya mencapai Rp 15 juta per semester yang diperuntukkan mahasiswa dari keluarga kaya.(wan/c10/end)

http://www.jawapos.com/baca/artikel/18006/Uang-Kuliah-Dimoratorium-Rektor-Kaget

No comments:

Post a Comment